Pernah suatu siang, laki-laki yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada datang ke tempatku. Dia menempuh jarak berkilo jauhnya, dengan motor pinjaman, hanya untuk mengajakku pergi dengan alasan,
“Aku ingin merasakan naik motor berdua denganmu.”
“Buat apa? Jakarta panas, jek!”
“Biar intim. Tak perlu khawatir, aku akan melindungimu dari panas teriknya Jakarta.”
“Caranya?”
“Lenganku akan menaungimu.”
Nggambus. Tapi biarkan saja. Terkadang, ada hal-hal yang cukup kita dengarkan saja tanpa perlu menanggapinya. Termasuk urusan lengan ini.
Laki-laki yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada ini, sudah mempersiapkan perjalanan siang ini dengan baik. Ia membawakan jaket untuk menutupi badanku dari panas, menyediakan helm yang katanya tidak akan merusak tatanan rambutku, dan membawakanku minuman kemasan. Alasannya, buat jaga-jaga. Entah apa yg hendak ia jaga.
“Tapi aku gak suka minuman kemasan. Aku mau es lilin aja.” Rajukku. Aku tahu, ia suka melihat kemanjaanku padanya.
“Es Lilin beli dimana?”
“Ada, di toko sebrang jalan. Rasanya enak deh. Nanti kita beli dua, aku yg rasa ketan item, kamu yang rasa kacang ijo ya… Tapi nanti aku nyicip es lilinmu dikit. Oke, jek?”
Dan siang itu kami melakukan perjalanan cukup panjang. Karena akhirnya kami kesasar hingga masuk kawasan Tangerang. Tapi siang itu menjadi perjalanan yang menyenangkan buat kami berdua. Kelak, perjalanan ini senantiasa kami “undat” ketika kami berbicara tentang kenangan.
Laki-laki yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada memang bagian dari masa lalu. Dulu, ia pernah mengatakan jika ia menyukaiku. Bahwa berdekatan denganku membuat dadanya senantiasa berdegup kencang. Bahwa bisa bercanda denganku membuat aliran darahnya membawa turut serta hormon endorphin menuju otaknya, hingga rasanya “meledak” setiap kali bisa membuatku ketawa.
“Tapi kamu kan sudah punya pacar. Kenapa masih mendekatiku?”
“Entahlah… Aku lebih merasakan bahagia dan nyaman ketika sedang bersamamu. Mungkin karena aku bosan sama pacar. Atau mungkin karena pacarku belum mampu menciptakan perasaan “meledak” seperti yang aku rasakan ketika bersamamu.”
Meledak.
Apakah ledakan itu rasanya seperti ketika aku menanti teleponnya setiap jam 7 malam dan ketika kemudian namanya muncul lantas ada perasaan sukacita? Atau ketika aku tahu bahwa ia senantiasa pengen selalu ada dalam setiap kegiatan yang aku turut serta di dalamnya? Atau ketika tanpa sengaja lengan kami bersentuhan yang membuat bulu-bulu halus di lenganku mendadak berdiri? Entahlah…
Laki-laki yang selalu ada dan pengen selalu ada jika aku ada masih terus menebar pesona. Masih terus memberikan perhatian-perhatian lebih. Dan masih saja terus berkata bahwa ia menyukaiku. Ia sudah meninggalkan pacarnya. Demi alasan tak ingin menyakitinya lebih jauh. Dan kemudian, di setiap perjumpaan, ia menyisipkan pesan-pesan bahwa ia ingin segera menikah.
“Kamu ingin menikah?”
“Iya… Aku nggak pengen hidup sendirian terlalu lama….”
“Menikah sama siapa? Aku?”
“Sejujurnya iya… tapi, perbedaan usia menganggu pikiranku. Masak aku menikah sama perempuan yg lebih tua dariku?”
Siawl!
Umpatku dalam hati. Pengen rasanya aku teriak, Heh, Keep in mind ya, kalo kamu yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada. Lalu tiba-tiba dengan seenaknya kamu mengatakan aku tua? Kampreet!
Semenjak itu, aku tak lagi menggubrisnya. Aku tak lagi meladeninya dengan sungguh-sungguh semua perhatian dan kasih sayang yang ia berikan, yang tak berkurang sedikitpun. Jiwaku sudah pergi jauh, meski badanku mungkin masih ada di sekitarnya.
Laki-laki yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada akhirnya menikah. Dan kami masih tetap bertemu, masih juga berbicara tentang rindu. Tapi hanya tentang rindunya, yang tak lagi ada penunggunya. Karena,
Buat apa menanam rindu buatku, jika menikahnya dengan orang lain?
Salam,
Wiwikwae
NB: Postingan mengada-ada, didasarkan atas percakapan di sebuah grup instant messaging
Ihiiiiirr….
Laki-laki yang senantiasa ada dan pengen selalu ada jika aku ada, Dek Ulfa…
In awe of that anrswe! Really cool!
toh hanya merasakan sikut di punggung ini
Ah, cuma perasaanmu saja kalo itu sikut, lie…
Antara Es Lilin, Lengan dan Sikut..
Dan rindu yang ditanam tak kunjung dipanen, fiq
Penasaran dgn “Laki-laki yang selalu ada dan pengen selalu ada jika aku ada” yang disebut, ‘Jek’. Apakah aku mengenalnya? :)))
Silakan cek di grup, mas :))
speechleess bacanya
tp memang sih baca itu harus dengan diam supaya meresapi apa yg harus diresapi
Betul, ry.. meresapi sesuatu memang harus dengan diam, kalo kakean polah nanti jadi mobat-mabit kemana.
Coba bayangkan sepon..
Sebuah tulisan yang menyejukkan daripada tulisan yang sebelumnya saya komen.
hahaha
jual berbagai macam obat penghilang ingayan soal mantan dan sebagainya. minat bica call me yes
Oke, Yes!
Jadi, pesan moral yang dapat dipetik dari postingan yang mengada ada dari pria yang selalu pengen ada saat aku ada adalah:
Jangan pernah menyebut atau mengungkapkan umur kepada wanita, apalagi kata dengan tiga huruf berikut “T*A”
Ituh…
Aku bolomu mbak wik
hahaha *keplak slam
Itu es lilin jual di mana?
Di warung es, Vicky..
Hihihi mba Wiwik bisa aja deh ceritanya :P Lucu mbaak :D
hai, ichaa…