Secangkir teh tubruk dan pisang goreng di sore hari.
Saya mengamati laju linimasa Twitter dan menemukan tautan tentang kasus yang sempat heboh beberapa hari lalu. Tentang titip doa berbayar di Baitullah yang diinisia oleh akun @SedekahHarian. Tautan tersebut berisi permohonan maaf Ahmad Gozali. Selebihnya, bisa di baca pada portal ini.
Sebagai pengingat, @SedekahHarian pernah menawarkan program titip doa dengan format seperti tercantum pada e-poster tersebut di bawah.
Program ini menuai reaksi negatif dari sebagian pengguna Twitter Indonesia. Reaksi tersebut mampu membuat bola salju bergulir cukup kencang dan membesar hingga efeknya sampai ke social media lain seperti Path dan Facebook. Terlihat beberapa di antaranya yang ikut dalam “euforia” penghakiman akan program ini adalah selebritis dengan jumlah follower cukup banyak. Namun perlu diketahui, meskipun tidak sebanyak sentimen negatifnya, ada beberapa akun yang membela kredibilitas @SedekahHarian. Para pembela ini menyatakan bahwa program ini tidak mungkin disalahgunakan seperti tuduhan yang terlontar di linimasa. Terlihat pula nama-nama besar yang cukup punya kredibilitas menyampaikan opini pembelaan mereka.
Menarik untuk dicermati. Jika membaca pembelaan-pembelaan yang diberikan, bisa jadi program titip doa ini memang hanya kesalahan olah bahasa pada e-posternya. Namun begitulah sisi kejam social media. Sekali bola salju digelindingkan oleh orang yang tepat dengan isu yang menarik, maka efeknya akan sulit untuk dibendung. Sialnya lagi, akun @AhmadGozali yang didapuk sebagai pendoa dan disinyalir sedang berada di tanah suci, ketika ngetweet, geo location-nya terdeteksi sedang di Rawasari, Jakarta. Bullying kedua pun terjadi. Makin banyak yang menghakimi dengan menggunakan dua peluru: titip doa berbayar dan geo location yang tidak menunjukkan sedang di tanah suci.
Untuk perihal geo location, ada beberapa akun yang memberikan penjelasan bahwa bisa jadi geo location itu salah, misalnya akun @bebeksaurus. Akun tersebut menjelaskan kenapa geo location bisa saja salah. Ahmad Gozali sebagai pemilik akun pun juga telah memberikan klarifikasi bahwa dia memang benar-benar sedang berada di tanah suci dengan cara menggunakan wifi hotel tempat ia menginap dan melakukan update geo locationnya. Dari geo location yang ter-update, lokasi @AhmadGozali menunjukkan sedang berada di Mekkah.
Seharusnya geo location tidak lagi jadi masalah dengan adanya klarifikasi dari pemilik akun @AhmadGozali. Iya, seharusnya…
Namun begitulah pengguna Twitter Indonesia, jarang ada akun yang awalnya mencela dan menyalahkan, ketika sudah diberikan klarifikasi bahwa yang ia tuduhkan tidak benar, mampu melakukan cover both side stories terhadap info yang mereka sebarkan.
Dan final dari kasus ini, pihak @SedekahHarian melakukan permohonan maaf melalui media massa dan elektronik. Cukup fair, mereka mampu mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut. Eh, sepertinya belum final. Karena saya masih melihat ada akun yang mencela program ini paska permohonan maaf. Mungkin akun ini baru tahu dan ingin ikut ambil bagian, meskipun sudah telat :D
Dari kasus ini, saya mengambil beberapa pelajaran penting:
- Ketidakmampuan melakukan Cover Both Side Stories.
Ketika seseorang menyebarkan info yang provokatif tentang sesuatu hal, dan ketika terbukti bahwa info yang ia sebarkan itu salah, jarang ada yang dengan besar hati melakukan cover both side stories. Rata-rata membiarkan saja info yang telah ia sebarkan itu begitu saja tanpa ada tanggung jawab kepada follower. Padahal hak para follower juga untuk mendapatkan informasi yang berimbang dari kasus yang kita sebarkan.
- Tidak melakukan Cek & Ricek
Seringnya, orang mengikuti euphoria sebuah kasus di lini masa tanpa melakukan cek & ricek dulu sampai sejauh mana kasus tersebut telah bergulir. Yang penting ikut meramaikan, biar terkesan eksis, biar terkesan oke. Meskipun kemudian kesan yang didapat justru menggelikan, karena keikutsertaannya tidak tepat waktu. Padahal untuk melakukan cek & ricek, cukup ketik kata kunci yang relevan dg isu dan amati sampai sejauh mana isu tersebut telah bergulir.
- Cara Penyelesaian Masalah
Penting buat seseorang yang sedang didera masalah di ranah social media untuk melakukan klarifikasi. Klarifikasi bisa dalam bentuk aneka macam; tweet berseri, tulisan di blog, atau jika memang sanggup bisa juga menggunakan media massa. Tentu saja dilihat dari urgensi masalahnya. Klarifikasi ini paling tidak akan memberikan info yang berimbang buat orang-orang yang mencari kebenaran sebuah berita. Daripada hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada klarifikasi yang pada akhirnya akan membentuk sebuah persepsi yang salah. Ini dunia maya, semua hal yang disebarkan terdokumentasi cukup lama. Jadi klarifikasi dengan kata kunci yang relevan adalah hal penting guna mencegah terjadinya persepsi yang salah.
Senja sudah terlihat guratnya, saat yang tepat untuk menenangkan diri sejenak. Menikmati gurat-gurat yang menawan hati…
Salam,
_Wiwik
Catatan:
* Jika ingin mengikuti kasus ini lebih lanjut, bisa ketik #TitipDoaBaitullah, #TitipDoa, #TitipDoaDonatur, Ahmad Gozali, Program Titip Doa.
* E-poster diambil dari lini masa.
Tapi, kegiatan titip doanya saja udah salah menurutku. Terus gimana lagi donk? :D
Yak ini kehebohan di awal tahun baru yang cukup riuh. Saya sih nonton saja, tidak terlalu merespon. Banyak yang jadiin bahan becandaan, cacian, dan ada juga yang sok bener. Biasa sih linimasa memang gampang panas, gampang dingin dengan sendirinya. Yang lucu sih malah yang telat ‘nonton’, udah tahu @AhmadGozali udah minta maaf soal programnya dan klarifikasi soal geo locationnya ya udah lah ya. Mari kita jadikan pelajaran awal tahun.. *masuk kelas*
Iya aku juga sependapat sama Rusa.
Rusa & kak Sheque: Bisa jadi maksudnya tidak demikian. Namun karena olah bahasa yang tidak tepat maka kesan yang timbul jadi tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ini kesimpulan sesa(at) dari hasil membaca penjelasan mereka mengenai program titip doa ini.
Sempat mengamati kasus ini. Menurut pengakuan AhmadGozali, yang dia ingin sampaikan sebenarnya adalah “bersedekahlah melalui @SedekahHarian dan akan kami doakan selalu bahkan hingga ke Tanah Suci.” AhmadGozali pun mengakui telah terjadi kesalahan dalam pengemasan materi e-flyer nya.
Demikian sih menurut informasi yang saya baca.
kalo baca posternya sih memang langsung ada kesan ini komersialisasi doa. maka lain kali bagi penyelenggara kegiatan seperti ini harus smart dalam mendisain poster sebelum dipost. yang baca kan kepalanya beda-beda, kira-kira reaksinya gimana itu juga perlu diantisipasi
Aku setuju sama Rusa… titip doa dan kemudian dibuat bisnis kok kayaknya naif banget ya menurutku…
Kita memang tak mudah menyelami niat para pendiri gerakan sedekah ini
Jika niatnya bener-bener baik dan lurus, mungkin caranya yang memang memungkinkan banyak orang yang menyalahkan.
Meski kalau gak salah Ustadz Yusuf Mansyur juga mengajak kita untuk tidak mudah menghakimi dan memvonis salah.
Saya juga sedikit mengikuti isu ini. Titip do’a dengan diimingi materi tertentu memang salah. Setelah mendengar klarifikasi dari penyelenggara, sepertinya banyak miss understanding-nya. Salut juga dengan penyelenggara yang langsung merespon dan siap bertanggungjawab dengan yang ia selenggarakan.
Poin yang saya cermati juga di situ, bahwa penyelenggara mampu memyelesaikan masalah ini dengan cara baik, yakni meminta maaf dan melakukan klarifikasi secara serius.
kita tentu tahu bahwa mengubah perilaku orang di social media tak ubahnya seperti mendisiplinkan perilaku orang di jalan raya, atau hobi potong antrian, atau buang sampah sembarangan. mengubah tradisi atau budaya butuh usaha jangka panjang yang kerap membuat frustrasi karena “kok keliatannya gak ada perubahan?”
tapi memang langkah menuju pencerahan itu harus tetap diambil meski ‘ujung terowongan’-nya belum juga terlihat. dan tulisan di blog ini bolehlah dianggap sebagai salah satu tonggaknya.
wiek, i’m your new blog fan :)
Om Brad: oh waw! aku tersanjung. fans ku blogger kondang ^.^
Btw, aku setuju dengan kalimat: ” .. mengubah tradisi atau budaya butuh usaha jangka panjang yang kerap membuat frustasi…”
Iya, terkadang frustasi tersebut mematahkan perjuangan menerangi terowongan yang gelap itu ya, om..
Mbak Wiwik, sepakat banget dengan cara penghakiman sosial media yang seringkali tidak adil. Nggak ada recovery jika ada kesalahan atau kekeliruan. Euphoria socmed tampaknya belum diiringi dengan kecerdasan dan etika moral dalam melakukannya.
Salam kenal ya, mampir perdana di sini. Postingan ini mencerahkan banget :)
Halo mas Iman,
Salam kenal juga dari saya, terima kasih sudah berkunjung :)
Mbak, aku kok lupa durung memasukkan blog ini ke feedly. Oke barusan sudah aku masukkan kok. habis ini bakalan mengikuti blog ini wehehe..
Aku malah lagi ngerti pas dibahas ndik metrotivi isuk isuk kae. Rodok gak sreg juga sih sama “bisnis” nya. Eh ini bukan bisnis khan ya? Eh tapi kenapa harus bayar?
Halah mbuh memet. hahaha..
*dan diriku pun terdeteksi anak baru yg ikutan eksis, haha.. *
Yaaa buat introspeksi kalo bikin poster, harus bener2 cermat dlm memilih bahasa biar ga multitafsir. Nek aku yo bingung, kok dadi rame yo, lha nek ra gelem bayar yo ra po2 to? Apane jal sing rugi? hahaha
Itu gunanya socmed mbak. Berkicau dulu, klarifikasi belakangan. Opini dulu, ricek belakangan. Kalo benar kan nanti diretweet, kalo salah… ya tetap diretweet juga. :mrgreen:
jensen: Hahahahah… begitulah…
sepakat, mbak pd akhirnya, kita harus mengacungi jempol atas cara ralat yg terbilang responsif dari yg punya hajat titip doa baitullah.
Kamu harus nyobain nitip doa seperti itu mba wiwik hehe