Sore beringsut senja. Semburat dibatas cakrawala yang biasanya terlihat jingga kini menawarkan warna kuning redup. Kami mulai menyusuri jalan sunyi itu. Tak perlu ada kesepekatan, tak perlu ada perjanjian, dan tak perlu mencari tahu siapa sang pemula, kami terus menyusurinya. Dengan sesekali senyum malu-malu muncul sebagai penghias.
Angin sore yang semribit seolah-olah ingin menggoda senja malu-malu kami. Dimainkannya helai-helai rambutku hingga menutup wajah. Aku sedikit gelagepan.
– Kamu lucu
+ Apa? Sembari tanganku sibuk menyibak rambut yg beberapa helainya masih menutup wajah.
– Iya, ekspresi kamu lucu. Aku merasa terhibur
Tiba-tiba aku menginginkan angin meniup rambutku hingga menutup wajah kembali. Malu.
Entah kenapa, berdekatan dengan laki-laki ini selalu membuatku tersipu-sipu malu. Baik melalui tatapan mata, maupun kata-kata puji sederhana yang keluar dari mulutnya. Jalan sunyi itu masih terus kami selusuri. Menikmati kuning senja diantara rimbun pepohonan. Sesekali satu dua daun yang berguguran menarik perhatian kami. Ku pungut satu helainya yang masih terlihat hijau.
+ Kamu tahu ga, kenapa daun yang seharusnya masih bertengger pada ranting pohon itu memilih untuk menjatuhkan dirinya tepat di hadapan kita?
– Uhm…. apa ya…. Ga tahu.
+ Ayo, coba jawab dengan kalimat yang lebih menarik dong.
– Uhm… karena daun itu rapuh?
+ Bisa sih… Tapi aku punya jawaban yang lebih bagus.
– Apa?
+ Serendipity
– Maksudnya?
+ Pikir aja sendiri.
– Yaaah… curang deh. Ngasih pe er nih ceritanya?
+ Enggak.
– Lalu?
+ Hanya ingin melihat kamu penasaran. Aku menyukai ekspresi penasaran kamu…
Tak perlu melihatnya, tak perlu memberinya kesempatan untuk mengetahui bahwa ada semu merah di wajah naifku.
Mencuri pandang melalui sudut mata, aku menangkap senyum malu yang terus saja mengembang, meski percakapan tadi sudah beberapa saat berlalu.
Masih hening.
Laki-laki ini, entah dari mana datangnya, tiba-tiba dia ada disini, sekarang, bersamaku. Menikmati senja yang tak lagi jingga. Senyum yang tadinya terlihat masih malu-malu saat awal perjumpaan, kini sudah berganti dengan tawa yang menenggelamkan sebagian rasaku. Aku menyukai tawa itu. Tawa yang seringkali terdengar diantara percakapan tak bermakna ini.
– Peganglah tanganku jika kamu merasa lelah berjalan melenggang
Deg! Aku tak berani menatap wajahnya. Tawaran itu membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Tawaran sederhana yang lagi-lagi membuatku bersikap norak.
Aku menoleh, menatapnya dengan senyum malu-malu, dan tanpa diminta dua kali, dia menyodorkan lengannya untuk aku pegang. Membagi sebagian berat tubuhku di situ. Dan kami melanjutkan perjalanan.
Senja semakin teduh. Semilir angin mulai terasa dingin membelai kulit. Kami masih terus menyusuri jalan sunyi ini. Masih dengan obrolan penuh canda, sesekali ada cubitan manja mendarat di lengan kekarnya. Dia semakin sering menggodaku dengan kalimat-kalimat sederhananya. Entah sudah berapa kali wajahku dibuatnya bersemu merah, laiknya anak gadis yang baru pertama kali mengenal cinta.
Cinta? Eh, apa kabarmu sekarang? Sudah lewat semester, dan ternyata aku telah berhasil tak menyentuhnya. Meninggalkannya di suatu masa, dalam ruang perjanjian, dengan harap dapat ditemukan dan dirawat oleh seseorang yang lain.
– Kamu masih mencintainya?
+ Mencintai siapa? Oh… dia? Awal tahun ini kami sepakat, lebih tepatnya aku sepakat untuk menghentikan rasa itu.
– Kenapa?
+ Tesserae
– Apa lagi itu? Banyak banget kode dalam kalimat-kalimatmu.
Aku tersenyum ke arahnya. Mempererat peganganku, sembari merebahkan kepala di lengannya. Diam. Tak hendak menjawab pertanyaannya.
– Haruskah aku memecahkan kode-kode itu? Ato aku biarkan saja?
+ Kata hatimu yang nanti akan menuntun apakah kamu akan memecahkan kode tersebut atau memilih untuk membiarkannya.
Dia tersenyum. melepaskan pegangan tanganku. Menggantinya dengan dekapan hangat. Kupasrahkan tubuhku dalam dekapannya.
– Ya… Kita lihat saja nanti. Dikecupnya lembut ubun kepalaku.
*Bersambung. Tungguwae*
salam,
-wiwikwae-
waaaaa….dan siapakan lelaki itu, mbake? ahahahay!!! true story ini pasti. yakin. LOL
.simbok : halaaah mbookk mb wie kan kan sukanya rahasia2an..pake kode2 nan lagi..:D *ngumpet*
Aku kan mengikuti jejak kalian… para pelaku anonimus. :p
Jieee yang lagi seneng.. Suit suit. Prikitiwww
*komen ga mutu, yang penting asal nongol di page one*
-* DISCLAIMER *-
koment ini terjadi karena disuruh…
tidak dibayar pula oleh empunya…
sungguh malangnya saya…
tapi ini bukan keluh…
:-P
-* END DISCLAIMER *-
@wdz : hahahah….. *tampar*
btw, kok tampilannya ga berubah ya? pdhl udah aktif lho intensedebate nya
I just ousted ‘Laki-laki itu’ as the mayor of ‘Di hatimu’
mbak wik, km kok gak pernah jedul dimilis to akhir2 ini?
nganu HIT, lagi sibuk konser :)
*komen ga sesuai postingan ik*
ihiiy, uhukk! siapakah lelaki misteriyus ituh? *menyipitkan mata, pake kaca pembesar*
Ceritanya bagus. lanjutannya mana nih mbak?
asikkkk…..aku punya calon papah nih! *minum jelantah*
It’s understandable that money can make people disembarrass. But how to act when one has no cash? The only one way is to try to get the business loans and just car loan.
Hey, that’s poewrufl. Thanks for the news.