Lagunya Prince, yang kali ini saya rasakan, Salju di Awal April. Berlin terlihat sendu sekali. Suhu udara menunjukkan 2 derajat, dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi namun bisa membuat pipi baal seketika dan hidung berasa sakit ketika tak sengaja menghirupnya, plus salju yang turun tipis-tipis.
“Harusnya sudah gak turun salju, tapi yah… sometimes It Snows In April.” Kata kawan saya.
Tak mengapa, mari dinikmati saja. Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Tembok Berlin. “East Berlin is so poor and feels so grey.” Kawan saya yang Orang Jerman bercerita tentang Berlin Timur sebelum diruntuhkannya Tembok Berlin. Saya ingat, dulu ketika Tembok Berlin diruntuhkan, terlihat sorak-sorai dari warganya yang saya tonton melalui Dunia Dalam Berita. Dan kini, saya bisa menyaksikan langsung bekas lokasi temboknya. Bangunan di ujung jalan yang semua jendelanya ditutup batu-bata untuk memastikan tidak ada jalan keluar bagi Warga Jerman Timur yang mau bermigrasi ke Jerman Barat, sekarang sdh berganti menjadi bangunan baru. Saya memasuki museum di sana, yang memutar video-video jaman sebelum tembok Berlin dibangun hingga tahun dimana tembok tersebut akhirnya runtuh. Video dokumenter yang mengharu-biru, beberapa pengunjung yang ikut menonton video tersebut terlihat menyeka air matanya. Termasuk saya…
Setelah puas menikmati video-video di dalam museum yang dibangun hanya menggunakan partisi, dengan ukuran yang tidak besar namun penataan dan kelengkapan audio video dengan sentuhan teknologi plus foto-foto asli pada masa itu, membuat saya terpuaskan bisa mengingat kembali sejarah runtuhnya Tembok Berlin tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke The Holocaust Memorial.
Sepanjang perjalanan, kami saling bercerita tentang pembunuhan massal bangsa Yahudi tersebut. Teringat akan kebaikan Oskar Schindler yang saya ketahui melalui film Schindler’s List, tentang kekejaman Nazi saat pembantaian melalui film The Boy In The Striped Pyjamas, dan beberapa film lainnya yang sejenis.
Ah ya… kesenduan cuaca hari ini mungkin mewakili apa yg pernah terjadi di dua tempat yang saya kunjungi..
Salju masih turun, dan semakin tebal. Terlihat ada demo di depan Kedutaan Amerika, yang posisinya tepat di sebrang The Holocaust Memorial. Entah demo kepada siapa dan tentang apa, saya tak cakap berbahasa Jerman. Saya melanjutkan perjalanan menuju Postdam, mengunjungi Neues Palais, Istana yang dibangun pada jaman Raja Frederick II sebagai perayaan atas kemenangan The Seven Years’ War.
Tiba-tiba dada ini berdenyut tak karuan…
Sepertinya enak ya ngadem disana. Sbg penduduk surabaya yg sering kepanasan ngademnya paling ke bromo aja, hehe. Kapan2 tak maen ke berlin ah… Mau beli oleh2 tumbler starbaks.
Cocok! Karo tuku chiki ya, Fahmi