“Jangan lupa tetap berkirim surat ya…”
Suatu kali seorang kawan dekat pernah berkata demikian kepadaku, dan aku mentertawakan keinginan sederhananya itu. Kenapa harus tetap berkirim surat via pos kalo ada cara yang lebih simpel? Email misalnya. Namun dia punya alasan lain, alasan yang menurutku bermuara pada sisi romantismenya semata.
Beberapa waktu kemudian, ketika saya membaca Project Kepada Yth nya Donny, saya baru mengerti tentang alasannya tetap ingin berkirim kabar via surat kertas.
Terus terang, saya sudah lupa kapan terakhir kali berkirim kabar via surat kertas. Jika tidak salah ingat, lebih dari 4 tahun saya sudah tidak pernah lagi saling berkirim surat kertas dengan kawan-kawan karib saya yg tersebar di beberapa tempat itu.
Padahal, jaman surat kertas masih ngehits, saya termasuk orang yang hobi surat-menyurat. Tak hanya sahabat yang tinggal di luar kota atau di luar negeri, terkadang sahabat yang tinggal di dalam kota pun saya surati. Memang iseng sih… Tapi begitulah…. Melihat kelebat Pak Pos yang berhenti di halaman rumah selalu membuat mata saya berbinar-binar. Seolah tamu yang dinanti datang mengunjungi kita. Membaca tiap lembar surat kertas tersebut pun selalu membuat saya cekikikan sendiri. Di samping isinya yang selalu menghibur, mengamati tulisannya sembari membayangkan si penulis sedang dalam kondisi seperti yang tertuang dalam isi surat tersebut sangatlah menyenangkan.
Tapi itu duluuu…
Paska internet menjadi kebutuhan hampir setiap orang karena menjanjikan tehnologi yang lebih mempermudah segala macam urusan kita, surat kertas lambat laun terlupakan. Surat elektronik (E-mail) menggantikannya. Lebih simpel, karena tidak perlu beli kertas surat+perangko, dan tentu saja lebih cepat sampai. Kemudian kita terhanyut dalam segala kemudahan itu…
Dan kita lupa…
Bahwa banyak manfaat saat kita menulis dengan menggunakan tangan. Berdasarkan serangkaian tes yang dilakukan oleh sebuah tim peneliti dari University of Stavangers Reading Center, Norwegia, menulis dengan tangan dapat menimbulkan pengalaman sensorik yang dapat mengaktifkan dua bagian otak yang berbeda. Pengalaman ini tidak kita dapatkan ketika kita menulis menggunakan alat bantu seperti keyboard.
Salah satu peneliti, Anne Mangen menjelaskan, tubuh kita didesain untuk berinteraksi dengan dunia di sekitar kita dan memiliki “alat” untuk menggunakan obyek fisik untuk mengerjakan tugas, misalnya buku dan pena. Mangen dan timnya juga mengatakan bahwa aktifitas ini bermanfaat pada jejak memori motor di bagian otak yang disebut sensorik motor, yang akan mendorong kemampuan visual dalam mengenal huruf dan angka.
Disamping itu, menulis dengan tangan juga membantu daya ingat. Jadi, jika ada yang merasa daya ingatnya mulai menurun, cobalah terapi sederhana ini, menulis dengan tangan.
Hingga di suatu sore, pergilah saya menuju toko buku guna membeli peralatan dan perlengkapan surat menyurat. Mulai dari kertas surat, pulpen bergliter dengan aneka macam warna, dan tentu saja amplop. Tak sabar saya hendak menuangkan apa yang ada di kepala melalui tulisan tangan yang nantinya akan saya kirimkan ke seorang sahabat.
Sudah berlembar-lembar kertas surat saya remas dan buang ke bawah. Tidak puas. Itu alasan saya terhadap beberapa kucelan kertas yang berserakan di kaki. Setengah jam berlalu, dan saya belum juga bisa merangkai kata-kata dengan baik, bersih tanpa coretan, serta nyeni pada selembar kertas yang ukurannya hanya separo dari ukuran buku tersebut.
Hellooo….. kemana perginya keahlian saya merangkai kata-kata seru, lucu nan menghibur itu? Kenapa sudah hampir satu jam namun satu paragraf pun belum juga jadi? Hampir saja saya menyerah, jika tidak ingat nasihat dari Donny, “Teruslah berusaha, nanti jika otakmu sudah relaks, kamu akan bisa menuangkan apa yg ada di kepalamu melalui tulisan tanganmu sendiri.”
Benar saja, akhirnya entah di lembar kertas ke berapa saya berhasil menuangkan apa yang ada di kepala saya melalui tulisan tangan. Masih sedikit berantakan, namun sudah tidak ada coretan pada kata-kata yang tertulis. Dan saya tersenyum geli sendiri melihat dan membaca hasil tulisan tersebut.
Saya lipat surat tersebut, memasukkannya ke dalam amplop, dan berniat mengirimkannya kepadamu. Sebagai kejutan tentunya. Namun saya lupa….. jika saya tak lagi punya alamat surat milikmu.
Langit semburat kekuningan, kupandangi alamat email milikmu sembari masih terus berpikir, haruskah aku mengirim email yang berisi pertanyaan tentang alamat tempat tinggalmu?
Salam,
-wiwikwae-
Ha ha, baru keingetan kalo selama ini cuma punya alamat email tapi ga punya alamat tempat tinggalnya ya :P
Ngebaca tulisan ini saya juga jadi inget dengan kemampuan menulis saya, apakah masih bisa seperti dulu (saat saat masih sekolah) Rasanya juga sudah lama sekali saya ga menulis tangan.
Salam.. .
pertanyaan terakhir itu penting, alamat tempat tinggal. kadang jadinya kita nggak tahu temen kita tinggal di mana, kalo ngobrol malah ke kafe atau di mana gitu jadinya. Saling kunjung tetep penting, tapi kalo surat, pake kertas, dan masya allah, berapa banyak lagi pohon harus ditebang?
surat versi kertas memang feelnya lain, palagi kadang kertasnya agak agak wangi, hmmm, kala itu…
Tak enteni suratmu:)
bahkan sekarang cari toko yang jual prangko aja susah.
kalo kirim surat malah pada langsung ke kantor pos atau JNE/TIKI :(
mbak wik, km nguntel2 surat terus buang ke kebawah biar keliatan berserakan itu sama kayak aksen orang pacaran yang mau bikin surat cinta.. hihi aku po’o dikirimi surat..
masih banyak juga kok yg sekrang surat menyurat, tapi tidak memakai tulisan tangan. sekarang sudah diketik, si print, di amplopin :D
semcam surat lamaran kerja, surat pemberitahuan, kebanyakan juga masih memakai jasa pos kalau tidak salah :)
solusinya sederhana mbak.
scan suratnya lalu kirim via email.
tetap serasa ngirim surat toh? :)
Boleh tahu teman dekatmu yang hingga kini masih setia dengan surat pos? thanks
Ayoo…kirimi saya surat….
halo.
aku dulu juga ruajin banget surat2an. mulai dari SD kelas 1, kalo gak salah. teman2ku mulai dari di Indonesia sampe pernah juga ikutan semacam klub korespondensi antar negara. hobi surat menyurat diawali dgn hobi mengoleksi kertas surat. lalu diikuti dengan hobi ngumpulin perangko :)
jaman dulu, kita sebagai anak-anak memiliki kegiatan yang lebih beragam kayaknya ya? dibanding anak-anak jaman sekarang, maksudku…. :)
@mygoodnessolivia : Aku juga dulu ikutan sahabat pena sewaktu masuk SMP. Seru juga punya sahabat dari tempat lain yang kita belum pernah jumpai secara langsung. Kalo sekarang sih bisa lewat social media ya ..
Mainan anak2 jaman dulu selain lebih beragam juga lebih menyehatkan, karena lebih banyak gerak. :)
Ironis ya, mengirim email utk menanyakan alamat hehe..nicely written, I like it :) kita memang membutuhkan rasa yg tertuang lwt emosi tulisan tgn.
saya mau dong dikirimin surat
salam kenal mbak dari Pontianak
blogwalking
Universitas Terbaik Punya Pantun
Sportorium
Salah satu bangunan