Laki-laki muda itu terpekur di tepian sang perkasa. Larut. Hanyut. Angannya terbawa oleh aliran air yang tak seberapa deras itu. Angan yang sungguh sederhana. Tentang sebuah kabar keindahan Sang Amerta. Dan pengembaraan pun dimulai.
Angannya mulai mengapung, menyusuri setiap kelokan yang ada. Terus mengapung. Menikmati keindahan yang tersaji di sepanjang aliran yang ia lalui. Sesekali sebongkah batu besar mengganjal laju perjalanannya. Namun tak mengapa baginya, perjalanan tetap harus diteruskan. Sungai ini begitu lebar, begitu panjang, sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan. Bongkahan batu, riak-riak kecil, dan luberan air yang kadang tak terkendali melewati pinggiran sungai, membuat perjalanannya lebih bermakna. Ada perjuangan yang harus ia keluarkan. Dan itu membuatnya menjadi hidup.
Laju air masih terus membawanya, jauh, dan semakin jauh. Bongkahan batu tak lagi menjadi kendala, karena dia sudah belajar bagaimana cara berkelok diantaranya. Masih terus melaju, melawan riak-riak ombak yang seolah-olah ingin menghempaskannya ke tepian.
“Tak mengapa kalaupun harus sedikit menepi. Toh aliran air ini akan kembali membawaku ke tengah, menjauh dari gangguan akar-akar pohon yang menjuntai di tepian.”
Begitu optimis. Memang begitulah seharusnya hidup.
Lajunya semakin lincah. Tak lagi ada halangan, karena semua telah ia pelajari. Tak ada lagi yang namanya tantangan, karena semua telah ia taklukkan. Namun ia terus melaju. Mengikuti aliran air yang terus membawanya. Menjauh…. dan semakin jauh…..
Hingga akhirnya ke laut.. Dimana segala simpang air kehidupan bermuara…
Selamat jalan Gesang!
Salam,
*Terinspirasi oleh Lagu Bengawan Solo
————————————————————–
Catatan : Gesang, menciptakan Lagu Bengawan Solo pada tahun 1940, ketika ia beusia 23 tahun. Terinspirasi oleh sungai terpanjang dan terbesar di Pulau Jawa. Proses penciptaan lagu ini memakan waktu sekitar 6 bulan. Setelah Perang Dunia II, pasukanJepang yang kembali ke negaranya membawa lagu ini bersama mereka. Di sana, lagu ini menjadi populer setelah dinyanyikan berbagai penyanyi, di antaranya Toshi Matsuda. (Sumber : wikipedia)
*gambar diambil dari sini
Horee… komennya dibuka. Tadi mau komen nggak bisa.
Selamat jalan, mbah Gesang. Akhirnya ke laut….
benar kata pepatah, manusia mati meninggal nama. cuma kita yang bisa membuat itu menjadi meninggalkan nama yang baik, atau buruk.
Pak Gesang boleh tiada, tapi karyanya abadi :)
Selamat jalan Sang Maestro. Nama dan karyamu akan kami kenang.
*merinding beneran*
*jadi ikutan merinding deh…*
selamat jalan eyang..
Tetap optimis! *opotho?
@ngecuprus : lha mbuh
puitis juga ternyata mbak wie wae ini
:)
“Tak mengapa kalaupun harus sedikit menepi. Toh aliran air ini akan kembali membawaku ke tengah, menjauh dari gangguan akar-akar pohon yang menjuntai di tepian.”
sip ini…
selamat akhirnya ke lautjuga..
Salam kenal…
kunjungi juga blog saya di ichwana.blogdetik.com dan di blog.unand.ac.id/ichwana
website kumpulan jurnal : http://repository.unand.ac.id
bagaimana cara mendapatkan uang gratis melalui internet ? disini caranya
mantep banget tulisannya..