Kemudian kami berjingkat bersama, menikmati alunan musik yg mengiringi setiap gerak kaki yang tak sepadan itu.
“Aku menyukainya, meski harus sedikit kesulitan, tapi aku menikmatinya.”
Aku tersenyum, kuliukkan badanku lebih lentur lagi. Memperlihatkan gerak aduhai sembari sesekali menggodanya dengan senyum serta kerlingan manja.
“Berdansalah denganku hingga senja tiba.”
“Aku takut tak punya tenaga untuk itu.”
“Jangan khawatir, aku akan menggendongmu jika itu sampai terjadi.”
“Tapi, apa indahnya sebuah tarian jika kaki kita tak bergerak seirama?”
“Bukankah untuk menjadi seirama kaki-kaki kita tak harus menginjak bumi secara bersamaan?Kakimu bisa bergerak kemanapun, sepanjang itu masih dalam jangkauan tanganku dan seirama dengan musik yg terdengar.”
Alunan musik masih mengalun syahdu, mengiringi setiap inchi dari gerakan kami. Memutar, melompat, berjalan beriringan, dan sesekali tubuhku jatuh ke dalam dekapannya untuk merasakan lembut pelukan serta debar jantungnya.
Semakin syahdu….
Hingga tak kami sadari, musik itu telah berhenti mengalun. Dan tarian indahpun harus diakhiri, pergi menjauh dari arena dansa.
Bertahun lamanya…
Hingga suatu kali,
“Hai”
“Hai”
“apa kabar?”
“Baik”
Hanya itu. Selanjutnya kami terlarut dalam dekapan romansa rindu yang tak terkira. Musik hati mengalun perlahan, tangan kami saling bertautan. Gerak memori dalam otak mulai melompat, meliuk, dan sesekali peluk manja sang imajinasi memberikan keceriaan tersendiri dalam dansa kami kali ini.
“Maafkan aku…”
“Ssstt… Jangan berkata-kata.”
“Kenapa?”
“Aku ingin menikmati setiap gerak yg tercipta dari dansa kali ini.”
“Bukankah itu bisa dilakukan disela percakapan kita?”
“Aku tak mau.”
“Tapi kenapa?”
“Karena aku tak ingin mengetahui apapun. Aku hanya ingin berdansa….”
Musik hati masih mengalun, semakin syahdu, mengiringi gerak dansa yang kali ini tak bisa dihentikan oleh siapapun selain kami sendiri.
Masih terus meliuk, melompat, dan tak hendak menerima pelukan lembut itu lagi. Kuteruskan liukan dan lompatan itu sendiri, menjauh…. dan semakin jauh dari jangkauannya. Menari diantara desau sang bayu dan hangat mentari. Tetap menari disela kerlip bintang dan senyum ramah sang rembulan. Dan masih terus menari…. Hingga senja tiba..
And now, I’m glad I didn’t know
The way it all would end
The way it all would go
…
ayo nge dance….!!
Inget umur wik, rematikmu nanti kambuh lagi lo…
*siyal-siyul*
Dayang2kuuuu! Mari kita menari sampe pagi lagii…
*padahal bisanya cuman tari Jathilan*
goyang patah by gergaji atau goyang sampek loyo? :P
@nabil & pangeran goen : dansa yuukk dansaaa…. buat apa kau bermuram durja…. *halah
@Adam : kamu mau digoyang gergaji?
*lirik mas hedi
wah dalem banget mbak wik
*sumur apa ya?*
Jadi inget “it takes two to tango”
kereen banget! Tulisanmu makin berbobot aja wie..
uhuuukk ajha…
jadi pingin ketemuuuuuu
:((
eeeh aku menunggu surhat dan penjelasan atas apa yang saya liyat sabtu malam kemarin ituuuuh :D
Ngejak ajeb2 po mbak???hehehe..
sumpah jadi pengen les dance lagi gara2 baca posting ini, hehehe
@oelpha : gue malah belum nonton film itu pah.
@neng Ocha : go for him dear..
@chic : surhatnya nanti di blog yg satunya :)
@stey : kapan ke Jakarta?
@Silly : Jadi kapan mo les dansa?
ponakkanmu ndak bisa dansa mbak??? :-” *siap2 belajar tango*
ponakanku isone makan wafer tango hars
*wups, ngiklan ik..
buka blog kok lambat bgt….
mana isinya ga jelas….
huuuuu
haduh blog kok isinya ga jauh beda ma punya pepeng..!!!
cuma bedanya klo pepeng tuh seputar slakangan, tapi klo ini orang ngempet doang..!!!
@pepeng & @kopril : *keplaki nganti klenger