Pembakaran rumah ibadah. Untuk kesekian kalinya, berita tentang pengrusakan rumah ibadah terjadi di negeri tercinta ini. Bukan hal baru, sehingga berita-berita semacam ini hanya akan eksis dan menuai simpati dalam hitungan hari.
Hanya karena sebutan Tuhan yang beda, maka atas nama Tuhan pula kita perangi yang beda tersebut. Hanya karena ritual puja-puji yang beda, maka kita berhak mengajarkan dengan cara kita bagaimana yang seharusnya. Dan setelahnya, setelah kehancuran dan kesakitan itu, kita merasa telah menjadi yang luar biasa.
Sungguh menyedihkan…
Saya jadi teringat tentang kisah Sir Isaac Newton dan anjingnya. Saat lompatan anjing kesayangan tersebut tanpa sengaja menyenggol lilin yang mengakibatkan hasil penelitian-penelitian orisinalnya terbakar, hati Newton sangat sedih dan hancur berkeping-keping. Dilihatnya sang anjing, sembari membelainya dengan lembut, dia berkata, “Kau tak akan pernah bisa memahami apa yang telah kau perbuat.” Meskipun sang anjing mungkin bisa saja memahami bahwa sesuatu telah terjadi, tapi mustahil baginya untuk memahami jenis tragedinya.
Sama halnya, jarak esensial yang seperti itulah yang membuat kita tak pernah tahu apa yang dirasakan Tuhan dengan perbuatan kesewenang-wenangan kita. Banyak orang mengklaim bahwa menempuh jalur A adalah hal yang diinginkan Allah. Lakukan segala cara, sepanjang itu mengarah ke jalur A, maka Allah akan memberkati. Kita lupa, bahwa ada kesenjangan disini. Bukan kesenjangan moral, tapi kesenjangan kapasitas. Lebih mudah bagi kita untuk berpikir tentang waktu daripada berpikir tentang kekekalan. Lalu, bagaimana mungkin kita bisa menggambarkan perasaan Allah terkait dengan polah kita, jika kita sendiri terikat dengan ketidaksempurnaan dan waktu? Bagaimana mungkin kita dapat memahami alam supernatural jika kita begitu dibatasi oleh alam natural?
Jika kemudian ada kesenjangan kapasitas dalam memahami entitas keillahian, kenapa kita harus memaksakan diri untuk selalu memuaskan Allah dengan cara-cara kita? Kenapa kita tidak berkonsentrasi kepada sesuatu yang tidak melampaui akal pikiran serta perasaan kita sebagai manusia?
Ah, bahasa besar….
Saya jadi teringat kata-kata sederhana ayah saya, “Gusti kuwi bagusing ati. Jadi kalau kamu ingin dekat dengan Gusti Allah, baguskanlah hatimu.” Simpel, tidak menggunakan bahasa yang ndakik-ndakik setinggi langit. Namun makna yang terkandung dalam kalimat tersebut sangatlah dalam.
Dan dasar dari “bagusing ati” adalah CINTA..
Dengan CINTA, kita mampu menaklukkan segala macam dendam, menghapuskan benci, dan melahirkan sebuah ketulusan hati untuk melakukan apapun dengan kebaikan.
Sungguh, saya selalu bersedih jika ada pertikain di negeri ini didasari atas sebuah perbedaan. P-E-R-B-E-D-A-A-N bagi saya hanya berupa rangkaian huruf, yang akan menjadi tak bermakna apa-apa jika kita menganggapnya demikian.
Tapi saya tak mampu berbuat apa-apa selain berucap astaghfirullah…. Saya belum pernah berada dalam kelompok yang teraniaya. Tapi untuk merasakan betapa tak enaknya diperlakukan semena-semena, kita hanya perlu menggunakan hati…
Jangan tanya saya, tanyalah pada HATI anda sendiri, sudahkah ada CINTA disana?
Salam,
-wiwikwae-
*gambar diambil dari sini
Iya, saya juga jadi sedih bacanya.
:(
Kisah Isaac Newton mengesankan.
Kebanyakan orang-orang lebih mencari nilai daripada arti, sehingga yang mereka lakukan adalah ‘mengejar’ bukan ‘meresapi’ apa yang ada.
*ngomong opo yo aku*
Ayahnya Mamah Wiwik bijaksana sekali. memang betul itu. Semua pada akhirnya ya ketahuan. Kalau kata Alkitab, apa yang ada di hati akan terpancar keluar. Jadi ya, memang kalau hatinya tidak dekat dengan Tuhan, ya yang keluar bukan yang baik-baik ya. Mana pernah Tuhan ndak baik? T_T
kok menurutku… bagusing ati lebih ke arah kasih atau welas asih…
cinta itu ada hasrat dan keinginan serta kadang nafsu…
itu mengapa dalam banyak kesempatan sering disebutkan dengan kasih tuhan kepada manusia dan bukan cinta tuhan kepada manusia…
tapi kuwi menurutku lho…
I love you deh Mbakyuuuuu.. *muach muach*
belom lama temen baik saya dari SMA bilang dia gak bisa temenan sama saya lagi karena menurut dia seharusnya semua orang di dunia ini menyembah Tuhan yang sama dan beribadah di tempat yang sama..
apa ada yang salah dengan perbedaan sih? :(
salam kenal mbak wiwik, wah tulisan benar2 menginspirasi. banyak masyarakat kita salah kaprah dan saling bunuh demi membela Tuhan, Tuhan kok dibela, Tuhan itu Maha gak perlu dibela, yg perlu dibela adalah iman kita kepada Tuhan
#nowsinging tak usah kau tanyakaaaan… hatiku penuh cintaaa.. aku mencintaimuuuu… ;))
aku yakin “mereka” telah memahami, ini masalah duit aja ko
:)
@ wedouz : Itu hanya perbedaan persepsi, om. Ga ada yg salah dg itu :)
@ mas Aris : Iya, saya setuju dengan kalimat anda yg terakhir itu :)
@mba Ra & Chicme : I love you too… :*
@kristin : ikut sedih membaca komenmu, tin…
bagus banget mbaaaak.. sungguh menenangkan.. =) *peluk2 mbk wiek*
Mengapa tuhan (jika ada) menciptakan perbedaan? Lalu mengapa musti kita lahir jadi orang Indonesia sementara ada orang musti jadi orang Alaska?